kembali mempelajari Total Productive Maintenance(TPM). Didalamnya, terdapat perhitungan dasar yang disebut OEE (overall equipment effectiveness). Hasil perhitungan OEE biasanya digunakan sebagai indikator keberhasilan dalam implementasi TPM.
Jika anda ke lantai produksi, masalah umum yang sering dijumpai adalah peralatan produksi tidak beroperasi dengan baik sehingga mempengaruhi proses lainnya. OEE ini mengukur apakah peralatan produksi tersebut dapat bekerja dengan normal atau tidak. OEE meng-highlights 6 kerugian utama (the six big losses) penyebab peralatan produksi tidak beroperasi dengan normal (Denso, 2006, p. 6), yaitu:
- Startup Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya scrap/reject saat startup produksi yang disebabkan oleh kekeliruan setup mesin, proses warm-up yang kurang, dan sebagainya.
- Setup/Adjustment Loss, dikategorikan sebagai downtime losskarena adanya waktu yang “tercuri” akibat waktu setup yang lama yang disebabkan oleh changeover produk, tidak adanya material (material shortages), tidak adanya operator (operator shortages), adjustmentmesin, warm-up time, dan sebagainya.
- Cycle Time Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya penurunan kecepatan proses yang disebabkan oleh beberapa hal, misal: mesin sudah aus, di bawah kapasitas yang tertulis pada nameplate-nya, di bawah kapasitas yang diharapkan, ketidakefisienan operator, dan sebagainya.
- Chokotei Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya minor stoppage yaitu mesin berhenti cukup sering dengan durasi tidak lama biasanya tidak lebih dari lima menit dan tidak membutuhkan personel maintenance. Ini dikarenakan mesin hang sehingga harus reset, adanya pembersihan/pengecekan, terhalangnya sensor, terhalangnya pengiriman, dan sebagainya.
- Breakdown Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena adanya kerusakan mesin dan peralatan, perawatan tidak terjadwal, dan sebagainya.
- Defect Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya rejectselama produksi berjalan.