Oleh :
Frequencia sukmana firdauz
Pengolahan limbah B3 ( bahan beracun dan berbahaya)
ditetapkan berdasakan
Peraturan pemerintah (PP) No. 19 tahun 1994 yang
kemudian diperbaharui dengan
PP No. 12 tahun
1995 dan diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun 1999 pada tanggal
27 februari 1999
Dan kemuadian dikuatkan melalui peraturan pemerintah
no 74 tahun 2001 pada tanggal 26 november 2001 tentang pengelolaaan limbah B3
Berdasarkan
PP No. 18 tahun 1999,
yang dimaksutkan dengan limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secar alangsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan
atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
mahluk hidup lain.
Jogjakarta sebagai salah satu
kota besar yang ada diindonesia, sudah barang tentu pasti memiliki berbagai
permasalahan dan probelematika yang ada, salah satunya adalah terkait
pengolahan limbang bahan beracun dan berbahaya (B3), bahkan menurut salah satu
media cetak yang ada dijogjakarta disebutkan bahwa, Jogjakarta menghasilkan 4
ton limbah bahan beracun dan berbahaya perharinya. Dan dengan kata lain dalam
sebulan saja, Jogjakarta menghasilkan 120an ton limbah bahan beracun dan
berbahaya. Dan jumlah ini akan terus bertambah seiriing dengan semakin bertambahnya
perusahan perusahaan baik itu rumaahn ataupun perusahaan bersekala besar yang
menghasilkan limbah B3.
Menurut kepala badan lingkungan
hidup (BLH) DIY, Drajad Ruswandono” sedikitnya terdapat 451 perusahaan atau
lembaga di DIY yang menghasilkan limbah B3, baik itu padat maupun cair”. Limbah
ini dihasilkan dari hamper seluruh jenis usaha, baik itu percetakanm tekstil, industry
kulit, logam maupun rumah sakit, dna hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa Jogjakarta
sebagai salah satu kota besar yang ada di Indonesia belum memiliki instalasi
pengolahan limbah B3, sehingga secara berkala Jogjakarta harus mengirim
sebagian limbah limbah B3 padat tersebut ke daerah bogor, jawa barat untuk
diolah dan untuk limbah cair B3, sampai detik ini masih sulit teridentifikasi
jumlahnya, dan ini berpeluang untuk dibuan begitusaja di lingkungan. Dan oleh
karena itu maka, perlu adalanya instalasi pengelolaan limbah B3, dimana tujuan
pengelolaan limbah B3 berdasarkan Berdasarkan
PP No. 18 tahun 1999 adalah untuk mencegah dan menangulangi pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3, serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan
fungsinya kembali.
Indentifikasi limbah Berdasarkan PP No. 18 tahun 1999 adalah
pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori yaitu:
1. Berdasarkan sumber
Golongan limbah B3 yang
berdasarkan sumber kemudian dibagi menjadi, limbah B3 dari sumber spesifik,
limbah B3 dari sumber tidak spesifik dan llimbah b# dari bahan kimia
kadarluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi
spesifikasi.
2. Berdasarkan karakteristik
Untuk golongan limbah B3 yang
berdasarkan karakteristik ditentukan bebrapa indicator yaitu mudah meledak,
pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah menyala, mudah menyala,
amat sangat beracun sangat beracun,
beracun, berbahaya, korosif, bersifat iritasi, berbahaya bagi lingkungan,
karsinogenik, teratogenik, mutagenic.
Hal ini menunjukkan bahwa ternyata pemerintah
memberikan sebuah perhatian khusus terhadap pengelolaan lingkungan Indonesia,
hanya memang.. dalam ralitasnya implementasi terhadap peraturan yang dibuat. Masih
kurang mengena, dan belum dijalankan dengan sunguh sungguh.
Mengingat sangat pentingnnya pengolahan limbah B3,
baik itu untuk Jogjakarta dan daerh daerah lainnya yang ada di Indonesia maka
perlu mengetahui terkait syarat pengolahan limbah B3. Terkait, pemilihan lokasi,
fasilitas pengolahan, penanganan limbah B3 sebelum diolah, pengolahan limbah B3
dan hasil pengolahan limbah B3
1. Lokasi pengolahan.
Pengelolaan
limbah B3 dapat dilakukan didalam lokasi penghasil limbah atau diluar lokasi
penghasil limbah, asalkan memenuhi persayaratan yang ada. Untuk syarat lokasi
pengolahan yang ada di dalam area penghasil limbah B3 harus berada pada daerah
yang bebas danjir dan jarak antara instalasi pengolahan dengan fasilitas umum
minimum 50 meter. Sedangkan untuk syarat lokasi pengolahan limbah B3 diluar
area penghasil limbah B3 adalah lokasi instalasi pengolahan berada pada daerah
yang bebas banjir, jarak antara lokasi instalasi pengolahan dan jalan utama
minimal 150 meter atau 50 meter untuk jalan lainnya, jarak antara instalais
pengolahan dan daerah yang beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300
meter, serta jarak antara instalasi pengolahan dengan wilayah terlindung (
misalnya cagar alam, hutan lindung) minimum 300 m.
2. Fasilitas pengolahan
Fasislitas
pengolahan limbah B3 harus menerapkan system oprasional meliputi, system keamanan
fasislitas, siste pencegahan terhadap kebakaran, seistem penanggulangan keadaan
darurat, system pengujian peralatan dan tentunya pelatihan karyawan. Untuk keseluruhan
system tersebut harus terintegrasi dan
menjaid bagian yang tidak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3, mengingat
jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dakan volume kecil sekalipun
akan dapat berdampak besar bagi lingkungan.
3. Penanganan limbah B3 sebelum
diolah
Sebelum
mengalami pengolahan limbah B3 harus terlebih dahulu diidentifikasi dan
dilakukan uji analisis terhdap kandungannya, hal ini guna menetapkan prosedur
yang tepat dalam pengolahan limbah B3 dan juga dengan adanya identifikasi ini
maka akan dapat ditentukan metode yang tepat terhadap karakteristik dan
kandungan limbah B3.
4. Pengolahan limbah B3
Jenis
perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandngan limbah.
Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan
dapat dilakukan dengan berbagai macam proses
a. Proses kimia, meliputi redoks,
elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan
pirolisa.
b. Proses secara fisika, meliputi :
pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen komponen spesifik
dengan metoda kristalisasi, dialisa, osmotic balik dll.
c. Proses stabilisasi/solidifikasi
dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan
cara membatasi daya larut, penyebaran dan daya racun sebelum limbah dibuang
ketempat penimbunan akhir.
d. Proses insinerasi yaitu dengan
cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus incinerator dengan
efisiensi pembakara harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya , jika suatu
materi limbah B3 ingin di insinerirasi dengan berat 100 kg, maka abu sisa dari
proses insinerirasi tidak boleh lebih dari 0,01 kg.
5. Hasil pengolahan limbah B3
Setelah
dilakukan pengolahan, sudha barnag tentu kita akan mendapatkan hasil dari
pengolahan dan hasil daro pengolahan ini harus ditaruh pada tempat khusus dan
dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka
waktu 30 tahun setelah pembuangan akhr habis masa pakainya ( ditutup)
#UNTUK KESELURUHAN PROSES
PENGELOLAAN, TERMASUK PENGHASIL LIMBAH B3 HARUS MELAPORKAN AKTIVITASNYA KE KLH
( KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP) DENGAN PERIODE TRIWULAN ( TIAP 3 BULAN SEKALI)
sumber:
PP No. 19 tahun 1994
PP No. 12 tahun 1995
PP No. 18 tahun 1999
berbagai sumber lainya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar