Minggu, 06 Februari 2011

Urgensi Syahadat


  3. Asasul Inqilab (Landasan Perubahan)
            Syahadat akan memnuntun manusia baik secara individual maupun kolektif untuk berubah menuju kepada kebaikan kondisi. Masyarakat jahiliyah yang telah sedemikian pekat kesesatan mereka, berhasil diubah oleh Nabi saw ndengan kalimat Laa ilaha illallah. Kalimat syahadat merupakan landasan bagi perubahan individual dan sosial.


a. Perubahan Individual
            Dalam konteks individual, bisa kita saksikan perubahan total yang terjadi pada masing-mnasing pribadi sahabat Nabi saw. Umar bin Khthab yang selama masa jahiliyahnya begitu banyak melakukan kejahatan, setelah mengikrarkan kalimat syahadat berubah menjadi seorang Umar yang shalih dan pembela kebenaran Islam. Dahulu ia membunuh anak perempuannya, dahulu ia pemabuk, dahulu ia membenci Nabi Muhammad bahkan pernah berencana membunuh beliau. Setelah bersyahadat, jadilah ia pembela Islam yang amat tangguh, hingga akhirnya kelak menjadi Khalifah.
Khalid bin Walid yang sedemikian gigih memerangi Islam semenjak di Makkah hingga hijrahnya nabi ke madinah, begitu masuk Islam berubah total menjadi pejuang kebenaran. Pada perang Badar, Uhud dan Khandak, ia masih berperang melawan kaum muslimin. Pada tahun ke delapan Hijrah, Khalid baru masuk Islam. Lihatlah bagaimana ia menjadi pembela Islam setelah mengucap syahadat.
Ketika berkecamuk perang Muktah, Khalid hanyalah prajurit biasa. Ia ikut berperang di bawah pimpinan tiga panglima Islam, Zaid bin haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Atas kehendak Allah, satu per satu panglima Islam tersebut syahid di medan Muktah. Ketika pasuka Islam kehilangan ketiga panglimanya, segera panji-panji perang diambil oleh Tsabit bin Arqam untuk diangkat tinggi-tinggi agar kaum muslimin tidak kacau balau. Dengan gesit Tsabit melarikan kudanya menuju Khalid bin Walid, sembari menyerahkan bendera perang kepadanya.
“Peganglah panji ini wahai Abu Sulaiman!” kata Tsabit.
“Aku tidak pantas memegangnya, andalah yang lebih berhak, karena anda lebih tua, dan telah menyertai perang Badar”, jawab Khalid.
“Ambillah, engkau lebih tahu siasat perang daripada aku, dan demi Allah aku tidak mengambil panji perang ini kecuali untuk aku serahkan kepadamu”.
Setelah berkata demikian, Tsabit bersreu kepada pasukan islam, “Bersediakah kalian dipimpin oleh Khalid?” Serempak pasukan Islam menjawab, “Bersedia!” Akhirnya diambillah bendera perang tersebut dan khalid memimpin pasukan Islam dengan gagah perkasa, dilandasi oleh pengalaman perang yang telah ia miliki sebelumnya. Inilah pembalikan total pada diri Khalid, dari musuh Islam yang banyak membunuh kaum muslimin dalam berbagai peperangan, menjadi seorang panglima perang Islam.
            Adalah Thufail bin Amr Ad Dausi, seorang pemuda yang terlahir dari keluarga terhormat, sering mendapat peringatan dari keluarganya agar sekali-kali tidak mendengar perkataan Muhammad. Keluarganya selalu khawatir kalau Thufail menjadi pengikut Muhammad. Setiap Thufail ke Ka’bah selalu menutup kedua telinganya dengan kapas agar tidak mendengar perkataan Muhammad. Akan tetapi takdir Allah menghendaki, suatu saat ketika di dekat Ka’bah ia mendengar sebagian apa yang dibaca oleh Nabi saw.
            Sebagai ahli syair Thufail  bisa membedakan mana kalimat yang indah dan tidak indah. Maka begitu mendengar sebagian bacaan Rasul tatkala shalat, bertambah kuatlah keinginannya untuk mengetahui ajaran Islam. Segera ia datang ke rumah Nabi dan meminta agar mendapatkan keterangan tentang apa yang beliau ajarkan. Nabi menyampaikan beberapa kalimat, dan membacakan beberapa ayat Al Qur’an. Demi mendengar penjelasan Nabi, tidak ragu lagi Thufail segera masuk Islam dengan membaca kalimat syahadat di depan Nabi saw.
            Lihatlah bagaimana perubahan besar terjadi dalam dirinya. Baru saja ia mengucap kalimat syahadat, yang terbayang di benaknya adalah kewajiban untuk mendakwahi keluarga dan lingkungannya agar masuk Islam. Bergegas ia pulang ke kampung halamannya untuk menunaikan tugas besartersebut. Yang pertama kali ia jumpai adalah bapaknya, untuk disampaikan kebenaran Islam. Luar biasa, tugas dakwah pertama ini berhasil. Bapaknya masuk Islam atas izin Allah, setelah mendengar keterangan Thufai. Yang kedua ia temui ibunya dan disampaikan kalimat dakwah. Kembali ia berhasil melaksanakan tugas dakwah, ibunyapun segera masuk Islam.
            Dakwah berlanjut kepada isterinya. Subhanallah, keterangan Thufail telah membuat isterinya berketatapan hati untuk masuk Islam. Selesailah tugas dakwah yang besar di lingkungan keluarganya sendiri. Bapak, ibu dan isterinya telah masuk Islam. Thufail tidak berhenti. Segera ia sebarluaskan dakwah kepada tetangga dan seluruh masyarakart Daus. Betapa sedih hatinya tatkala dakwah kali ini tidak ada yang menyambut. Tidak aa masyarakat Daus yang mau masuk Islam atas dakwahnya, kecuali Abu Hurairah.
            Segera Thufail pergi ke Mekah dan menjumpai Nabi saw. “Ya rasulallah, saya tidak kuasa menghadapi banyaknya perjudian dan perzinahan di desa Daus. Mohonkan kepada Allah agar Ia menghancurkan penduduk Daus”. Tetapi apakah yang dilakukan Nabi? Segera beliau menengadahkantangan sembari memohon kepada Allah, “Ya Allah berilah petunjuk kepada penduduk Daus, dan datangkanlah mereka kepadaku dengan memeluk Islam”. Setelah itu beliau bersabda, “Kembalilah engkau kepada kaummu, dakwailah mereka dan bersikap lembutlah kepada mereka”
            Ucapan Nabi pada pertemuan kedua ini amat menakjubkan bag diri Daus. Kata-kata yang amat indah, mencerminkan kepribadian yang amat luhur. Segera ia kembali ke kampung halamannya dan kembali melakukan dakwah kepada masyarakat Daus. Hari berganti hari, hingga Nabi saw melaksanakan hijrah ke Madinah dan terjadilah perang Badar, uhud serta Khandak. Pada saat Nabi saw berada di Khaibar, setelah negeri itu sudah dikuasai kaum muslimin, satu rombongan besar penduduk Daus datang menghadap Nabi untuk menyatakan masuk Islam.
            Subhanallah, ketekunan dakwah Thufail kembali membuahkan hasil. Delapan puluh kepala keluarga beserta seluruh penghuni rumahnya menghadap nabi dan mengucapkan kalimat syahadat di depan beliau. Inilah contoh perubahan besar pada orang yang telah bekrar syahadat. Baru saja Thufail masuk Islam, ia segera bergerak, tidak usah menunggu besok, untuk mengajak orang lain menuju keindahan Islam. Syahadat adalah awal mula perubahan yang besar pada diri Thufail bin Amr Ad Dausi.
            Kalimat Laa ilaha illallah telah membongkar mentalitas dan kejiwaan setiap manusia, dari penghambaan kepada sesama manusia, penghambaan kepada benda-benda, menuju penghambaan hanya kepada Allah semata. Inilah kunci pembalikan yang terjadi pada individu dan masyarakat. Pengha,mbaan kepada benda-benda telah membuat manusia menjadi hina dan tiada berharga, menyebabkan manusia menjadi kehilangan harkat kemanusiaannya.
b. Perubahan Sosial
            Dalam konteks sosial, bisa kita saksikan perubahan total yang terjadi pada masyarakat paganis penyembah berhala di masa Nabi dibangkitkan. Di masa jahiliyah, mereka saling bermusuhan satu dengan yang lain, saling merampas hak, pencurian dan perampokan merajalela, gemar melakukan pembunuhan terhadap anak-anak perempuan,  perzinahan dan mabuk-mabukan menjadi tradisi yng berkembang luas. Setelah mereka dicelup dalam shibghah Islam, terjadilan pembalikan yang totalitas.
            Masyarakat Islam yang terbentuk setelah diutusnya Nabi saw, diliputi oleh cinta dan kasinh sayang sesama mereka, saling menjaga hak, menjaga martabat kemanusiaan, mengangkat dan memberikan penghormatan kepada wanita yang semula dirensdahkan, dan mereka tunduk kepada aturan Allah Ta’ala dalam segala aspeknya. Tradisi minum khamr yang selama bertahun-tahun menjadi kebiasaan hidup masyarakat jahiliyah, masih terbawa pada sebagian masyarakat Islam. Nabun begitu turun ayat yang melarang minum khamr, serentak masyarakat Islam mkeninggalkannya, tanpa ada yang membantah dan melanggar.
Anas bin Malik, seorang budak dari Abu Thalhah, saat itu sedang melayani tamu-tamu tuannya, di antaranya ada Ubay bin Ka'ab, Suhail bin Baidha', Abu Ubaidah dan lain-lain. Tiba-tiba ada yang mengabarkan bahwa telah turun ayat yang mengharamkan minum khamr. Saat itu pula para sahabat yang memegang botol minuman langsung memecahkannya, yang sudah melekatkan gelas di bibirnya langsung membuangnya dan yang telah terlanjur meminum, memasukkan jari tangannya ke dalam mulut agar dapat memuntahkan kembali.
Simpanan-simpanan khamr yang ada di rumah langsung dibuang di jalan-jalan. Madinah laksana banjir khamr. Mereka ke luar rumah dan berteriak, "Kami tinggalkan ya Rabbana! Kami tinggalkan ya Rabbana!”
Kaisaan, seorang sahabat pedagang khamr datang dari negeri Syam sambil membawa khamr dalam beberapa kantong kulit untuk dagangan. Dia menghadap Rasulullah saw sambil membawa khamrnya.
"Ya Rasulullah, aku datang membawa untukmu minuman yang lezat."
Jawab Rasulullah Saw, "Ya Kaisaan, khamr telah diharamkan sepeninggalmu."
"Apa boleh saya jual, ya Rasulullah?" tanya Kaisaan. "Ia telah diharamkan diminum dan diharamkan untuk diambil harganya," jawab Rasulullah saw.
Segera Kaisaan ke luar mengambil kantong-kantong khamr dagangannya dan ditendangnya kuat-kuat hingga hancur berantakan.
"Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari pekerjaan-pekerjaan itu)" (Al Maidah: 91).
Dengan pengumuman itu orang-orang yang semula di tangannya masih memegang botol dan gelas berisi minuman keras segera membuangnya; yang di dalam mulutnya ada seteguk arak segera memuntahkannya; yang masih menyimpan persediaan arak di rumah-rumahnya segera mengambil untuk membuangnya. Semua orang berseru, "Ya Rabbi, kami berhenti!" sebagai jawaban atas perintah Allah: "Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)" (Al Maidah: 91).
            Demikianlah perubahan dan pembalikan total terjadi pada masyarakat setelah mengikrarkna kalimat syahadat. Mereka mudah menerima dan melaksanakan aturan yang Allah berikan, tanpa tawar menawar, tanpa keberatan dan tanpa penolakan.

4. Haqiqatu Da’watir Rasul (hakikat dakwah Rasul)
            Setiap Nabi dan Rasul senantiasa menyeru kepada pemurnian tauhid. Mereka mengajak manusia hanya menyembah kepada Allah dengan mengingkari thaghut. Nabi saw diutus oleh Allah untuk menjadi da’i yang mengajak manusia kepada tauhid. Firman Allah:
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi da’i (penyeru) kepada (agama) Allah dengan idzinNya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi” (Al Ahzab 33 : 45 - 46).
            Salah satu misi kerasulan sebagaimana informasi ayat di atas adalah da’iyan ilallah sebagai da’i yang menyeru ke jalan Allah. Dakwah hanyalah berorientasi mengajak manusia agar menyembah kepada Allah semata sebagaimana firman Allah Ta’ala:
            “Bagi tiap-tiap umat Kami telah tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini, dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus” (Al Haj 22 : 67).
            Ayat di atas menggunakan fi’il amr (kata kerja perintah) wad’u ila rabbika, serulah kepada Tuhanmu. Tujuan utama dakwah telah ditetapkan dengan tegas oleh Allah dengan rumusan ilallah atau ila rabbika. Dalam ayat yang lain Allah telah berfirman :
            “Dan serulah mereka kepada Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang musyrik” (Al Qashash 28 : 87).
            Perintah berdakwah mengajak manusia ila rabbika, kepada Tuhanmu, dikaitkan langsung dengan larangan syirik. Hal ini semakin memperjelas rumusan tujuan utama dalam dakwah, yakni semata-mata mengajak manusia kepada Allah tanpa mempersekutukan dengan sesuatu apapun. Allah juga telah berfirman :
            “Katakanlah : Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepadaNya aku seru (manusia) dan hanya kepadaNya aku kembali” (Ar Ra’du 13 : 36).
            Ilaihi ad’u kepada Allah sajalah aku menyeru manusia, wa ilaihi ma’ab dan hanya kepada Allah saja aku kembali. Proses dakwah harus senantiasa terjaga otensitasnya, menyeru kepada Allah, berpaling dari selain Allah. Pada bagian lain, Allah menggambarkan tujuan utama dakwah sebagai ila sabili rabbika, sebagaimana firmanNya :
            “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik” (An Nahl 16 :125).
            Menyeru manusia menuju kepada jalan Tuhan, bukan jalan-jalan yang lain, sebab hanya jalan Allah yang lurus. Allah menghendaki umat dibawa menuju jalan yang satu, jalan Allah, jalan ketuhanan, yang akan menyelamatkan manusia.
            Tujuan dakwah yang dilakukan oleh setiap Rasul Allah dari zaman ke zaman senantiasa sama, yakni mengajak manusia kepada Allah, tak ada tujuan yang lain. Mereka mengajak umatnya agar menyembah hanya kepada Allah dan menjauhi ilah selain Allah. Nabi Nuh as mengajak umatnya menyembah Allah :
            “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata : Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain Ia (Al A’raf 7 : 59).
            Demikian pula Nabi Hud as, beliau menyeru umatnya menuju tauhid, sebagaimana firman Allah :
            “Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka Hud. Ia berkata : Hai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain Ia” (Hud 11 : 50).
            Nabi Shalih as mengajak kaum Tsamud menyembah kepada Allah semata dengan meninggalkan sesembahan selainNya (Al A’raf 7 : 73). Nabi Syu’aib menyerukan hal yang serupa kepada penduduk Madyan (Al A’raf 7 : 85). Pendek kata, seluruh Rasul telah diberikan misi yang sama kepada umatnya masing-masing, sebagaimana telah difirmankan Allah :
            “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu” (An Nahl 16  : 36).
            Dengan demikian seluruh aktivitas dakwah dari masa ke masa hingga akhir zaman tiba, telah disatukan oleh kesatuan tujuan utama, yaitu mengajak manusia kepada Allah dengan menyembahNya, tanpa mempersekutukan dengan ilah-ilah yang lain.

5. Laha Fadha’il Azhimah (keutamaan esensial dari syahadat)
            Terdapat sejumlah keutamaan yang amat mendasar pada kalimat syahadat yang diikrarkan setiap muslim. Di antara keutamaan yang fundamental pada kalimat syahadat adalah:
  1. Kalimat syahadat memberikan kejelasan identitas
Seseorang yang telah mengikrarkan syahadat akan memiliki identitas dan karakter diri yang jelas dan kokoh. Ia menjadi pribadi yang tamayyuz (spesifik) dan segera terbedakan dengan yang lain. Seseorang yang berikrar syahadat akan tercelup dalam warna ketuhanan dan kenabian dalam segala aktivitas hidupnya.
Keimanan yang diikrarkan dengan kalimat syahadat akan membuahkan karakter diri, sebagaimana  manusia dengan beranekan ragam ideologinya akan memiliki batas-batas identitas yang jelas dan membedakan mereka dari yang lain. Seseorang yang terwarnai dalam ideologi kapitalisme akan melahirkan pandangan, sikap hidup dan tingkah laku yang sesuai dengan prinsip kebendaan. Demikian pula jika seseorang terwarnai dalam ideologi sosialisme atau komunisme, akan melahirkan pandangan, sikap hidup dan tingkah laku yang khas sesuai tuntutan ideologi tersebut.
Kalimat syahadat melahirkan pandangan, sikap hidup dan perilaku yang Rabbani. Cara berpikir, sudut pandang, cara merasakan, cara menikmati, sampai pada hal-hal praktis aplikatif dalam kehidupan seperti perkataan, perbuatan, penampilan, dan selera, akan terwarnai dalam keimanan kepada Allah. Inilah identitas yang sangtat jelas dan kiuat pada setiap orang yangmengikrarkan syahadat.
  1. Kalimat syahadat mendatangkan kebahagiaan hakiki
Kalimat syahadat akan memberikan kebahagiaan hakiki kepada setisaap orang yang mengikrarkannya. Kebahagiaan adalah masalah hati dan cara merasakan kehidunpan. Tanpa dibimbing oleh iman yang terungkap dalam ikrar syahadat, seseorang akan cenderung memiliki hati yang tidak mengenal batas kebutuhan, perasaannya serba tidak puas dengan apa yang dimiliki, merasa serba kurang dengan berbagai kemelimpahan harta dan sarana yang ada.
Syaikhul Islam Ibn u Taymiyah berkata, “Tidak ada kebahagiaan dan kenikmatan sempurna bagi hati kecuali dalam mahabatullah (mencintai Allah) dan taqarub kepada Allah dengan hal-hal yang dicintaiNya. Mahabatullah tidak mungkin terwujud kecuali dengan berpaling dari yang dicintai selainNya. Inilah hakikat Laa ilaha illallah. Ia adalah agama Inbrahim al Khalil, juga agama semua Nabi dan Rasul yang ada”.
Demikianlah kebahagiaan hakiki menjadi milik orang yang berikrar syahadat, karena mereka telah memilih jalan yang benar. Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah secara tulus ikhlas dari hatinya” (Shahih Muslim).
  1. Kalimat syahadat menghantarkan umat menuju kemenangan
Jika kita tengok sejarah kenabian, faktor apakah yang menyebabkan kaum muslimin generasi pertama mencapai kemenangan dakwah? Sejumlah faktor bisa kita kemukakan, di antaranya soliditas umat Islam, kepemimpinan yang tangguh, ketaatan dan loyalitas kepada pimpinan, semangat juang yang tinggi, semangat pengurbanan dan kekuatan tekad. Akan tetapi, landasan apakah yang menghantarkan kaum muslimin generasi awal memiliki sikap-sikap seperti itu?
Tidak ada jawaban lain, kecuali pengaruh kalimat syahadat dalam jiwa mereka. Ikrar setia kepada Allah dan Rasul telah membuat mereka merelakan segala yang dimiliki untuk diberikan hanya kepada Allah. Harta, tenaga, waktu bahkan jiwa telah mereka serahkan sepenuhnya untuk Allah. Lihatlah ketangguhan dan kegigihan para sahabat dalam memperjuangkan kebenaran Islam. Tanpa ragu mereka melakukan pembelaan terhadap kebenaran hingga kematian menjemput mereka.
Sebaliknya, jika umat Islam tidak lagi memegangi kalimat syahadat yang terjadi adalah kehinaan menimpa mereka. Musuh-musuh akan bergembira melihat kelemahan kaum muslimin. Terjadilah degradasi moral, kerusakan akhlaq dalam berbagai segi kehidupan, sehingga tidak ada lagi komitmen terhadap Allah dan rasulNya. Dalam kondisi inilah kaum muslimin senantiasa mencapai titik puncak kehancuran dan kelemahannya.
  1. Kalimat syahadat menghantarkan kepada surga
Rasul mulia saw dalam banyak keterangan memberikan kabar tentang keutamaan kalimat syahadat. Ornag-orang yang berikrar syahadat akan mencapai surga. Perhatikan sabda rasul saw berikut:
“Barang siapa meninggal sedang ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, ia masuk surga” (Shahih Muslim).
Abu Hurairah bercerita bahwa Rasul saw telah bersabda:
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba yang bertemu Allah dengan kedua kaalimat itu dan tidak ragu-ragu dengan keduanya, kecuali masuk surga” (Shahih Muslim).
Demikian juga Nasbi saw bersabda:
“Siapa saja yang engkau temui di balik tembok ini bersaksibahwa tidak ada Tuhan yang disembah  selain Allah dengan keyakinan hati, sampaikan kabar gembira kepdanya ngan surga” (Shahih Muslim).
Cukuplah keterangan-keterangan di atas menunjukkan sedemikian besar keutamaan kalimat syahadat.

3 komentar:

  1. - Wah bagus..2x. Menyegarkan dan mencerahkan...^_^. semoga ini merupakan sumbangsih yg bermanfaat.
    - saran sedikit: untuk beberapa paragraf atau artikel yg ada sumbernya, sebaiknya ditulis sumbernya, he..he..he.. begitu kata blogger seniorku

    BalasHapus
  2. yg diatas itu saya, mas rio, he..he.he.
    o iya, satu lagi semoga krativitas yg positif ini dpt terus berkembang ya...sipp.



    Rio k.

    BalasHapus
  3. jazakwloh khoir akhi

    hmm, sebenarnya sangat ingin menampilkan sumbernnya
    hanya saja itu tidak ada

    itu materi liqo
    saat saya masih menjadi tentornya

    dan itu anonim
    ehehee


    trima kasih masukannya kak
    semoga blog ini bermanfaat

    BalasHapus